Setiap kali Davina menerima telepon, Raisa (4 tahun) selalu bersegera untuk mengangkatnya. “Maaf Raisa, ini telepon untuk Mama,” begitu kata Davina. Dan sepanjang dia menerima telepon, Raisa hilir mudik di dekatnya sambil berulang kali mengajukan pertanyaan, “Mama pilih warna merah atau biru? “ atau “ Mama, buku gambar dan spidolku mana?” dan lain sebagainya, yang membuat Davina tidak nyaman saat melakukan percakapan dengan telepon. Ujung-ujungnya adalah dia meminta maaf kepada penelpon dan berjanji untuk menelpon balik. Davina gemas dengan ulah anaknya yang seringkali menyela pembicaraan orang lain di telepon maupun saat bercakap-cakap dengan tamu. Pertanyaan yang diajukan pun sebenarnya bisa dia jawab sendiri, tapi kenapa dia selalu bertanya seolah-olah ingin mengganggu percakapan orang lain.
Refleksi Impulsif
Elizabeth Pantley, penulis buku-buku parenting “Perfect Parenting” dan “Kid Cooperation” yang juga seorang mengatakan menginterupsi atau menyela pembicaraan adalah bentuk perilaku khas anak. Menjengkelkan tapi tak bisa dihilangkan seketika. Perilaku ini muncul karena anak-anak umumnya sangat fokus pada keinginannya sendiri atau karena mereka senang menurutkan kata hatinya (impulsif).
“Namanya anak-anak, mereka tak menyadari perilaku impulsif sebagai perilaku buruk,” sebut Elizabeth. Menginterupsi, merupakan hal yang normal dalam perkembangan anak usia prasekolah. Mereka berpikir, dalam situasi dan kondisi apapun mereka selalu bisa mengajak orangtuanya bermain. “Anak-anak seusia ini berpikir dunia dan segala isinya, termasuk orangtua, ada hanya untuk mereka,” tambah B.D. Schmitt, M.D., dokter anak yang juga menulis “Your Child’s Health.”
Koreksi dengan Bijak
Dalam mengatasi perilaku khas ini, orangtua tak bisa langsung mengkoreksinya. Apalagi menerapkan cara-cara negatif. Sebab ada hal-hal krusial yang memang perlu disampaikan anak lewat interupsi. Coba, mungkinkah kita tak mempedulikan anak saat ia menginterupsi karena melihat sebuah pemicu kebakaran di rumah, adiknya terjatuh, atau situasi berbahaya lainnya? Karenanya interupsi hanya bisa diluruskan tapi jangan sampai diupayakan untuk dihilangkan dari anak.
Lalu bagaimana mengajari anak untuk menunda interupsinya bila hal yang ingin disampaikannya tak terlalu penting atau menggangu ? Berikut kiatnya :
- Beri Pengertian. Berikan penjelasan atau ajarkan padanya bagaimana ia harus memutuskan sendiri, kapan waktunya sesuatu harus disampaikan segera, kapan tidak. Ajarkan ia untuk menunggu jeda pembicaraan orang lain, dan mengatakan “Maaf…” atau “Permisi…” Kalau isi interupsi tidak terlalu penting dan bisa ditunda, Anda harus mengatakan, “Sebentar, tunggu aku selesai bicara dulu”. Meskipun kita senang mendengar anak berbicara, mereka perlu juga belajar menunggu giliran berbicara saat orang lain bicara. Akan lebih ampuh lagi jika kita bisa menjadi model atau memberi contoh.
- Teknik Disiplin. Berikan batasan-batasan jelas atau tanyakan keinginan anak sebelum Anda melakukan pembicaraan. Jelaskan padanya bahwa ia tidak boleh menyela pembicaraan ketika Anda sedang berbicara dengan orang lain, di telepon atau saat menerima tamu. Langsung saja katakan padanya, “Mama sekarang mau menelepon, Adik mau apa? Kalau adik mau bicara, tunggu Mama selesai menelpon, ya.”
- Teknik Sentuh. Buat kesepakatan dengan anak. Kapanpun ia menginginkan sesuatu saat Anda sedang berbicara dengan orang lain, ia harus memberi sentuhan/colekan halus di lengan Anda. Anda pun akan melakukan hal sama, untuk mengatakan padanya bahwa Anda tahu keinginannya dan memintanya untuk menunggu sebentar.
- Teknik Tegas. Cara ini memberitahu bila Anda benar-benar tak ingin diganggu. Anda bisa jeda sebentar, dan tataplah matanya sambil mengatakan, “Mama akan mendengarkan kamu sebentar lagi ! Tunggu ya, oke?” Lalu palingkan wajah, tubuh serta perhatian Anda langsung ke lawan bicara Anda. Bila ia terus menginterupsi, ajak lawan bicara Anda untuk berpindah tempat atau berjalan bersama Anda.
- Teknik Pujian. Langsung berikan pujian jika ia mau menunda interupsinya, menampakkan perilaku kooperatif atau jika ia menggunakan kata “Maaf…” sebelum menginterupsi. Sikap kooperatif itu misalnya jika ia mau menghibur dirinya sendiri dengan bermain, atau menunggu dengan tenang.
No comments:
Post a Comment