Hot News

" ** " *** " Success and Enjoy with The New School Year "

Thursday, April 5, 2012

Multiple Intelligences (part-9 Spiritual Intelligence)

Pada dasarnya, manusia adalah makhluk spiritual, karena selalu terdorong oleh kebutuhan akan pertanyaan mendasar atau pokok, antara lain mengapa saya dilahirkan? apakah makna hidup saya? apa yang membuat sesuatu itu berharga? Manusia diarahkan, bahkan ditentukan oleh suatu kerinduan yang sangat manusiawi untuk menemukan makna dan nilai dari apa yang diperbuat dan dialami. Dibutuhkan suatu prinsip yang menghidupkan atau vital, hal yang memberi kehidupan pada organisme fisik, dan bukan pada unsur materinya.

Covey (1990) mengemukakan ciri-ciri manusia yang merupakan karunia Tuhan yang dibawa sejak lahir atau disebut dengan Human Endowments, yaitu: (1) independent will, keinginan atau kemauan yang bebas yang tumbuh dari dalam diri tanpa terpengaruh oleh lingkungan sekitar, seperti kemauan anak balita yang menginginkan sesuatu; (2) self awareness (rasa), kesadaran diri, tahu siapa diri, apa fungsi dan tujuan dalam hidup ini, apa makna kehidupan bagi diri dan apa makna diri dalam kehidupan ini; (3) conscience (karsa), suara hati, nurani, kalbu, yang selalu membisiki diri agar senantiasa berbuat baik dan menghindari berbuat buruk; (4) creative imagination, dilandasi visi jauh ke depan, mampu mengembangkan diri (personal development), mempunyai kreativitas (tidak sekedar melakukan sesuatu karena orang lain telah melakukannya). Dinamika dari keempat ciri tersebut terintegrasi secara lebih mendalam melalui kecerdasan spiritual, sebagai salah satu konstruk kecerdasan manusia. 
Menurut Munandir (2001 : 122) kecerdasan spritual tersusun dalam dua kata yaitu “kecerdasan” dan “spiritual”. Kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, terutama masalah yang menuntut kemampuan fikiran. Berbagai batasan-batasan yang dikemukakan oleh para ahli didasarkan pada teorinya masing-masing. Selanjutnya Munandir menyebutkan bahwa Intelegence dapat pula diartikan sebagai kemampuan yang berhubungan dengan abstraksi-abstraksi, kemampuan mempelajari sesuatu, kemampuan menangani situasi-situasi baru.

Sementara itu Mimi Doe & Marsha Walch mengungkapkan bahwa spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral, dan rasa memiliki. Ia memberi arah dan arti bagi kehidupan kita tentang kepercayaan mengenai adanya kekuatan non fisik yang lebih besar dari pada kekuatan diri kita; Suatu kesadaran yang menghubungkan kita langsung dengan Tuhan, atau apa pun yang kita namakan sebagai sumber keberadaan kita. Spiritual juga berarti kejiwaan, rohani, batin, mental, moral. 

Jadi berdasarkan arti dari dua kata tersebut kerdasan spiritual dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menghadapi dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan nilai, batin, dan kejiwaan. Kecerdasan ini terutama berkaitan dengan abstraksi pada suatu hal di luar kekuatan manusia yaitu kekuatan penggerak kehidupan dan semesta. 

Zohar & Marshall (2001) merumuskan kecerdasan spiritual (berpikir unitif) sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Kecerdasan spiritual adalah sesuatu yang dipakai untuk mengembangkan kemampuan dan kerinduan akan makna, visi, dan nilai. Mendasari hal-hal yang dipercaya dan peran yang dimainkan oleh kepercayaan maupun nilai-nilai dalam tindakan yang akan diambil. SQ merupakan kecerdasan tertinggi manusia. Indikasi-indikasi kecerdasan spiritual ini adalah kemampuan untuk menghayati nilai dan makna-makna, memiliki kesadaran diri, fleksibel dan adaptif, cenderung untuk memandang segala sesuatu secara holistik, serta berkecenderungan untuk mencari jawaban-jawaban fundamental atas situasi-situasi hidupnya. 

Ari Ginanjar (2001) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kemampuan manusia yang berkenaan dengan usaha memberikan penghayatan bagaimana agar hidup ini lebih bermakna. Frankl (dalam Zohar & Marshall 2001) sebelumnya pada tahun 1938 telah mengembangkan pemikiran tentang upaya pemaknaan hidup, yang di dalamnya terkandung nilai-nilai: (1) nilai kreatif; (2) nilai pengalaman dan (3) nilai sikap. Makna hidup yang diperoleh manusia akan menjadikan dirinya menjadi seorang yang memiliki kebebasan rohani yaitu suatu kebebasan manusia dari godaan nafsu, keserakahan, dan lingkungan yang penuh persaingan dan konflik. Untuk menunjang kebebasan rohani, dituntut tanggung jawab terhadap Tuhan, diri, dan manusia lainnya. Sofyan Willis (2005) berpendapat bahwa menjadi manusia adalah kesadaran dan tanggung jawab.

Menurut Tony Buzan kecerdasan spiritual adalah yang berkaitan dengan menjadi bagian dari rancangan segala sesuatu yang lebih besar, meliputi “melihat suatu gambaran secara menyeluruh”. Sementara itu, menurut Sinetar (Sinetar, 2000, dalam Zohar & Marshall 2001) kecerdasan spiritual sebagai pikiran yang mendapat inspirasi, dorongan, dan efektivitas yang terinspirasi, penghayatan ketuhanan yang di dalamnya kita semua menjadi bagian. 

Schwartz (1997) berpendapat bahwa keberhasilan tidak banyak ditentukan oleh ukuran besar – kecil otak seseorang, melainkan banyak ditentukan oleh ukuran gagasan atau pemikiran seseorang. Semakin digali dan diamati apa sebenarnya yang terdapat di balik sebuah keberhasilan, maka dapat disimpulkan bahwa sebuah kesuksesan tergantung pada cara berpikir orang tersebut. Ada keajaiban di dalam pemikiran besar. 

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan potensial setiap manusia yang menjadikan ia dapat menyadari dan menentukan makna, nilai, moral, serta sistem nilai individu dengan menggunakan prinsip-prinsip sejati yang merupakan bagian dari nurani, sebagai sumber motivasi.. Sehingga membuat manusia dapat menempatkan diri dan hidup lebih positif dengan penuh kebijaksanaan, kedamaian, dan kebahagiaan yang hakiki. 

Untuk melatih kecerdasan Spiritual kepada anak adalah dengan menjalankan ibadah bersama dengan anak (sekeluarga) sesuai dengan agama masing-masing. Lebih bagus lagi kalau anak bisa ikut ke dalam kelompok-kelompok sosial di dalam lingkungan agama tersebut. 

Share and Enjoy from http://forenglishteachers.com

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...